 |
Classic Car |
Bob Setyanegara memiliki bisnis mobil klasik dan antik di Indonesia. Adapun yang memiliki mobil antik khusus sebagai hobi bukan bisnis, ia adalah Hartawan Setjadiningrat.
Di kalangan kolektor mobil kuno, nama Hartawan Setjadiningrat begitu populer. Selain memiliki koleksi mobil antik paling banyak di Jakarta, dia dikenal sebagai "kurator" mobil kuno.
Tamu yang baru kali pertama datang di rumah Hartawan mungkin akan terkesima. Di halaman rumahnya yang luas di daerah Puri Mutiara, Cipete, Jakarta Selatan, tamu disambut tiga jip High Mobility Multipurpose Wheeled Vehicle (HMMWV atau Humvee). Tiga mobil kuno tersebut seolah mempersilakan tamu untuk memelototi lekuk-lekuknya.
Begitu pintu garasi dibuka, tamu dibuat semakin terkesima. Sembilan mobil antik berderet dengan rapi. Di teras belakang, Hartawan "menyimpan" mobil tertua koleksinya yang paling dia kagumi. "Ini Lorent Dietric buatan Prancis 1908. Saya dapatkan mobil ini dengan menjebol tembok di Jakarta Selatan pada 1983 dengan biaya sekitar Rp 9 juta kala itu," jelas bapak tiga anak tersebut sambil mengelus mobil merah kesayangannya itu.
Hartawan, yang akrab disapa Hauwke, menyatakan mendapatkan mobil tersebut tidak dengan "harga jual", melainkan dengan membayar ongkos pembongkaran bangunan yang menyimpan "harta karun" tersebut.
Hauwke harus berjuang keras untuk bisa memboyong mobil itu ke rumahnya. Sebab, dia harus membongkar garasi mobil tersebut yang telanjur ditembok mati. "Mobil itu ada di dalam garasi yang pintunya sudah ditembok dan di depannya ada warung seafood. Karena itu, butuh biaya untuk membongkar dinding warung dan ongkos ganti rugi selama pedagang makanan itu berhenti berjualan," terangnya lantas terkekeh. Oleh si pemilik, mobil tersebut dilepas seharga Rp 7,5 juta. Sementara itu, untuk biaya tukang bongkar bangunan, Hauwke mengeluarkan sekitar Rp 500 ribu plus Rp 1 juta untuk biaya ganti rugi pedagang seafood. "Lucu ya ceritanya. Tapi, itulah suka duka berburu mobil antik," ujarnya.
Penghobi renang itu mengaku mulai jatuh hati pada mobil antik saat bekerja di pabrik mobil Nissan di Australia. Di Negeri Kanguru tersebut, dia sering bersama teman-teman "bule"-nya mengendarai mobil bergaya hot rod. "Saat itu kami pakai mobil dengan tampang tua dan mesin serta bodi besar penuh modifikasi. Sangat anggun dan keren," ungkap jebolan Institute Technology Sydney itu.
Ketika kembali ke tanah air pada 1980, Hauwke langsung membangun tekad untuk berburu mobil antik. Alasannya, dia ingin terus melanggengkan pengalaman "nikmat"-nya semasa di Australia.
Mobil klasik pertama yang dibeli adalah Austin 7 keluaran 1937. Mobil itu milik lurah di kaki Gunung Sumbing, daerah Temanggung?Wonosobo. Mobil tersebut dijual Rp 1,7 juta pada 1980. "Kondisinya saat itu memprihatinkan. Bodinya terpisah dari mesin dan kaki-kakinya. Oleh pemiliknya, mobil tersebut dipakai mengangkat genset kecil," jelas Presdir PT Dasa Windu Agung, perusahaan pembuat interior mobil di Jakarta, tersebut.
Namun, di balik kondisinya yang memprihatinkan itu, mobil tersebut memiliki berbagai keunikan yang membuat Hauwke semakin penasaran. Dia pun makin bersemangat untuk berburu mobil-mobil kuno di berbagai daerah. Tak terkecuali opelet-opelet tua di Tangerang. Waktu itu, bangkai opelet yang bodinya dominan dari kayu masih murah, sekitar Rp 50 ribu.
Dia lalu mempekerjakan 10 makelar yang "dipersenjatai" handy talky (HT), kamera poket, dan sejumlah uang. Mereka disebar ke beberapa kota yang memiliki pabrik gula dan bekas penumpukan rempah-rempah pada masa penjajahan Belanda. Daerah-daerah itu diyakini menyimpan banyak mobil peninggalan Belanda yang sudah tidak terpakai.
Benar dugaan dia. Dalam sekejap, para pekerja Hauwke mampu mengumpulkan mobil kuno hingga 200 unit. Itu terjadi pada 1990. Tak heran, rumahnya yang seluas 2.000 meter persegi sampai tak mampu menampung mobil-mobil unik tersebut. "Saya sampai stres memikirkan mobil-mobil itu. Mau dikemanakan mobil-mobil itu," ujar pria 55 tahun asal Temanggung tersebut.
Tapi, akhirnya dia mendapat jalan keluar. "Saya membarternya dengan teman-teman sesama kolektor yang tergabung di PPMKI (Perhimpunan Penggemar Mobil Kuno Indonesia, Red)," jelasnya. Bos perusahaan dengan sekitar 500 karyawan itu lantas menyeleksi kembali koleksi mobil tuanya. Yang sudah tidak berkesan di hati dibarter. Misalnya, lima opelet dia tukar dengan satu mobil tua yang lebih eksklusif dan berkelas. Pada 2005, mobilnya berkurang hingga kisaran 60 unit. Namun, kini Hauwke memiliki 63 mobil antik.
"Saya stres lagi karena saat itu penggemar mulai banyak, tapi mobil kunonya sudah tak ada. Hahaha...," ujar pria yang pernah menjadi ketua PPMKI Jakarta periode 1980-1990 tersebut. Karena itu, perburuan pun kembali dilakukan Hauwke. Dia menerjunkan orang-orangnya untuk mencari di daerah-daerah. "Pokoknya, kalau memenuhi kriteria yang saya inginkan, tak usah pikir panjang. Siang dapat kabar, malam saya terbang ke lokasi," tegasnya. "Saya sendiri yang akan meng-appraisal mobil-mobil antik itu," ujarnya.
Proses untuk mendapatkan mobil itu, bagi Hauwke, merupakan kenikmatan tersendiri. Dia mendapat banyak pengalaman dan pengetahuan baru. Misalnya, saat merayu pemilik mobil Rugby buatan Amerika Serikat 1928 sampai tiga hari tanpa mandi.
Dia juga pernah mendapat pengalaman mengesankan ketika melobi kantor setneg (sekretariat negara) agar dipercaya merawat empat mobil eks RI-1 (Presiden Soekarno). "Saat itu, pada 1987, saya mendapat kabar mobil-mobil tersebut akan dilelang di luar negeri. Akhirnya, saya mampu nembusi pihak setneg agar bisa me-restored mobil-mobil itu bersama anggota PPMKI lain."
Bukan hanya mobil eks RI-1 yang harus direstorasi, tapi total ada 23 mobil setneg dengan biaya Rp 75 juta. Sejak itu, Hauwke mulai dikenal sebagai pakar restorasi mobil kuno yang jasanya sering dimanfaatkan para kolektor. Tapi, tidak selamanya usaha dia selalu mulus. Banyak juga kisah duka yang dialami. Misalnya, Hauwke kerap ditipu orang. "Learning by doing, risikonya memang seperti ini. Sebab, tak ada yang benar-benar jago melakukan restored mobil," jelasnya.
Minimnya orang yang bisa dibilang master mobil antik ini memberikan peluang bagi Hauwke. Saran-sarannya sangat laris, terutama bagi para kolektor pemula. Dalam seminggu, tak kurang dari 20 orang datang untuk berkonsultasi. Mereka memiliki latar belakang koleksi yang berbeda. "Mereka bertukar pikiran dan pengalaman dengan saya di sini," ungkapnya.
Dalam memberikan advice atau nasihat, Hauwke berpatokan pada sembilan kriteria pokok yang harus dimiliki mobil yang bisa di-restored. "Bagian-bagian yang ada dan sebisa mungkin harus utuh adalah radiator, setir, dasbor, bumper, lampu, mesin, dan kaki-kaki (suspension, Red) grill, serta heater. Semakin lengkap lebih bagus," jelasnya.
Jika hanya 20 persen komponen orisinal yang tersisa, dia tak segan-segan menyarankan agar pemiliknya berhenti dan mencari calon mobil lain. "Yang paling utama untuk mendalami hal ini adalah pengetahuan, pengalaman, jaringan, dan dana," kata pria yang kerap menjadi juri dalam berbagai lomba mobil antik tersebut. Sayang, sampai sekarang para penghobi mobil kuno masih mengalami kesulitan mendatangkan onderdil. "Mustahil bisa mendatangkan onderdil dari luar negeri. Mendatangkan ban putih saja tak bisa. Padahal, kan tidak mematikan industri ban dalam negeri," keluhnya.