![]() |
Mobil Antik |
Dedengkot PPMKI, Imam Effendi pernah secara kebetulan menjual salah satu koleksinya dengan keuntungan yang berlipat ganda.
“Jenisnya Mercy tahun 51. waktu belinya Cuma Rp1 juta. Tapi bisa laku sampai Rp200 juta. Ya tentu saja tidak bisa dalam waktu hitungan singkat. Harganya pun ‘mata gelap’,” ujarnya sambil terkekeh.
Yang dimaksud mata gelap adalah harga mobil tak ditentukan dengan harga pasti. Artinya lebih tergantung pada faktor jatuh cinta dan keberuntungan dari sang pemilik atau pembeli.
Sebut saja pendiri PPMKI, Solihin GP yang pada tahun 1976 membeli Mercedes 170V Cabriolet tahun 1936 dengan kondisi bobrok dengan harga Rp150.000 padahal saat itu sang pemilik membuka harga pada kisaran Rp125.000.
Pernah Mercedes 1936 itu ditawar salah seorang kolektor dengan harga setara dua buah sedan Mercedes keluaran terbaru. Tapi Solihin menampik, alasannya bukan uang tentunya.
Namun ada juga yang pernah dengan sangat beruntung mendapatkan mobil incerannya karena dilihat oleh empunya mobil memang memiliki hobi dan ketelatenan untuk merawat mobil tersebut.
Contohnya Imam, sebagai salah satu orang yang dengan rela memberikan koleksinya pada orang yang terlihat memiliki kesabaran. “Sayang kalau melepas kendaraan yang sudah kita pelihara begitu saja,” tuturnya.
Dharma Adsasmuda justru pernah merasakan kejadian seperti itu. Saat itu dia sedang berburu beberapa Mercy koleksi seseorang kolektor di daerah Petojo. “Saya kaget sebab keempat mobil itusudah ditawar orang dengan harga setiap unitnya sangat mahal,” paparnya.
Tidak itu saja, dia juga mendapat hibah satu gudang penuh berisi spare part Mercedes dari sang pemilik. Bahkan untuk mengangkut puluhan onderdil itu justru sang pemiliklah yang mengirimkannya ke rumah Dharma.
Usut punya usut rupa-rupanya sang pemilik Mercedes tua itu suka dengan penampilan Dharma yang hadir dengan mengendarai Mercedes tua miliknya. “Dia jadi tahu kalau saya sangat mencintai dan telaten memelihara mobil tua,” kenangnya.
Dari situ Dharma memetik ide, bagaimana jika hobi mobil antik itu dijadikan bisnis. Maka mulailah dia mengumpulkan berbagai mobil tua, khususnya dari jenis Mercedes dengan gaya dikembalikan pada gaya orosinil.
Jika dihitung-hitung dari setiap satu unitnya, dia mampu mendapatkan keuntungan hingga 100%-200% dari harga pembelian atau pun modal perbaikan kendaraan tersebut.
Hitung saja jika satu unit Mercedes dalam kondisi bobrok dihargai hanya Rp10 juta lalu untuk mengembalikan ke kondisi mulus diperlukan sekitar Rp20 juta dan ditawar dengan harga Rp100 juta. Hitung saja keuntungannya.
Maklum saja harga mobil-mobil klasik ini tumbuh cukup tinggi di antara para penggemar dan pemburu mobil tua. Mobil bermesin besar keluaran Amerika dari era tahun 1960-an ataupun tahun 1970-an termasuk yang baik sebagai investasi alternatif karena harganya bisa meningkat 70 persen.
Roni Arifudin, Sekjen PPMKI menuturkan pada tahun 2003 lalu, sebuah mobil Plymouth Barracudas keluaran tahun 1971 yang merupakan edisi terbatas, pernah laku terjual dengan harga hingga Rp19 miliar.
Atau sebut saja Presdir PT Sumatra Timber Utama Damai, Budiono Widodo yang manggut-manggut saja saat kawannya yang berhutang justru datang dengan seonggok Ford T 1918.
Kita tahu Ford T 1918 adalah Ford yang diproduksi di tahun ke-10, sejak Ford T dibuat pertama kali di pabrik Piquette Avenue, Detroit, 1 Oktober 1908. Selain sangat bersejarah tentu saja mahal. Sebagai perbandingan Ford Mustang tahun 1966 seharga sekitar Rp380 juta.
Jadi bisa dibilang dengan memiliki mobil antik seperti Bob Setyanegara, sama saja dengan menyimpan barang berharga yang seringkali harga jualnya jauh lebih tinggi dari sebuah mobil keluaran terakhir.
Bahkan bisa dibilang memiliki mobil antik adalah investasi jangka panjang yang aman dan menguntungkan sekaligus gengsi tersendiri diantara lalu lalang mengkilapnya mobil-mobil terbaru saat ini.
No comments:
Post a Comment